REKSADANA Turun, Waktunya Jual ?

Dalam beberapa pekan terakhir harga saham dan nilai tukar rupiah diberitakan terus berfluktuasi. Saya berinvestasi pada instrumen reksadana, walaupun tidak banyak. Menurut anda, sebaiknya saya harus menjual reksadana yang sudah saya beli, atau tetap menahannya ? Bagaimana risikonya untuk jangka panjang ?
Salam,-
Ismail Fahmi

Pak Fahmi yang baik, ini pertanyaan umum yang sering diajukan. Bukan hanya investor reksadana. Semua investor, termasuk investor sektor riil, akan cenderung mengajukan pertanyaan yang sama, apakah akan mundur dari investasi yang dijalankannya. Menjual reksadana adalah mundur dari investasi yang sudah kita lakukan. Apakah mundur merupakan pilihan yang tepat?
Dengan berinvestasi pada instrumen reksadana, kita sebenarnya sedang melakukan satu pendekatan yang dinamakan averaging, atau perata-rataan. Investasi di reksadana sebenarnya sama saja dengan investasi pada sejumlah instrumen sekaligus, misalnya pada saham di sepuluh perusahaan, atau obligasi delapan perusahaan, atau penyertaan langsung di lima unit usaha, atau gabungan antara semuanya itu. Kalau yang tiga dari sepuluh “jeblok”, dua biasa saja, dan lima membaik, berarti secara rata-rata investasi kita masih membaik. Inilah yang dimaksud dengan averaging.
Averaging di atas adalah averaging yang sifatnya horizontal, atau ke kiri dan ke kanan. Maksudnya, kita melihat sederetan sarana investasi, dan kemudian merata-ratakannya. Dalam berinvestasi kita juga mesti melihat averaging dalam hal urutan waktu, dari masa lalu (saat kira mulai berinvestasi), saat kita menambahnya, saat ini, dan masa depan. Kalau kira melihat seluruh rangkaian itu secara terpotong-potong, pasti kita akan melihat bahwa pada periode tertentu hasil investasi kita turun. Pada saat tertentu yang lain datar.
Pada saat tertentu lain lagi meningkat. Kalau kita gambar, maka akan terbentuk grafik, ada saat naik, ada saat turun. Tetapi yang terpenting adalah, bagaimana posisi pada saat kita mulai beli, pada saat terakhir sekarang, dan kira-kira bagaimana pada target akhir yang kita tentukan nanti. Kalau anda menyusunnya dalam diagram, tariklah garis lurus antara titik ketika anda beli, dan saat sekarang. Kalau anda beli reksadana ketika harga per unitnya Rp1500 dan sekarang Rp2100, berarti investasi anda berkembang, dan grafik anda naik.
Mungkin anda mengatakan, “Ya, tetapi dulu harga unit saya pernah mencapai Rp2500.” Benar. Tetapi mungkin juga dulu pernah jatuh menjadi Rp1200, bukan? Ini juga yang dinamakan averaging. Harga unit anda pasti naik turun. Tapi yang penting adalah bagaimana trend-nya, dan lebih penting lagi adalah trend jangka panjang, misalnya sampai 20 tahun mendatang. Jadi, dalam cara pandang seperti itu, kalau anda merasa harga unit anda sekarang rendah, jangan-jangan justru inilah saatnya anda menambah investasi pada unit anda. Mau bukti? Sederhana saja. Indeks harga saham gabungan Bursa Efek Jakarta terus mengalami fluktuasi.
Tetapi coba bandingkan angka sepuluh tahun yang lalu dengan angka sekarang. Atau, bandingkan angka pada akhir tahun pertama BEJ berdiri dibanding dengan sekarang. Pasti mengalami fluktuasi, tetapi juga pasti bahwa selama kurun waktu itu indeks tumbuh secara rata-rata lebih dari 35% per tahun.

Postingan populer dari blog ini

Panduan Menyimpan Dana di Bank

Risiko Investasi Reksadana

Menyiasati Penurunan Harga REKSADANA